di LIPI menggunakan uang pribadi abang saya. Saya lantas mempertanyakan, "kenapa untuk penelitian
kepentingan kantor harus mengeluarkan uang pribadi?".
Sebelum berceloteh lebih jauh, sepertinya perlu saya tuliskan disclaimer terlebih dahulu.
1. Saya paham dunia penelitian di indonesia memang unik.
2. Saya juga paham tidak semua kegiatan penelitian kantor harus menggunakan uang pribadi.
3. Hal yang sama (saya harap) tidak dialami oleh seluruh peneliti di Indonesia.
Cerita ini dimulai dari abang saya yang meminta tolong untuk dibelikan microscope slide micrometer calibration di ebay, dikirimkan ke alamat saya di Jepang dan ketika saya pulang ke Indonesia bisa saya berikan kepada abang saya. Abang saya minta tolong karena lebih banyak rintangan jika beli barang melalui ebay dan dikirimkan ke Indonesia. Misalnya, ditahan oleh beacukai, ataupun oleh kantor pos. Kebetulan jika beli slide yang diminta tolong itu, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Jepang dan tanggal kepulangan saya ke Indonesia, sangat mepet. Ada kemungkinan saya pulang tapi slide belum sampai ke alamat saya.
Saya coba untuk mencarikan slide yang mirip di Jepang. Tapi ternyata harganya berbeda jauh, produk Jepang jauh lebih mahal dari produk yang ada di ebay itu. Lalu saya tawarkan untuk beli produk Jepang ke abang saya, tapi ternyata abang saya tidak jadi beli. Dia bilang, terlalu mahal, karena dia mau beli pakai uang pribadi. Disitu saya mempertanyakan, kenapa untuk beli alat penelitian kepentingan kantor harus mengeluarkan uang pribadi?. Ketika mengobrol di kesempatan lain dengan abang saya, banyak rintangan yang ada di LIPI. Contoh lainya, di ruangan abang saya ada komputer, tapi sudah uzur, lamban sekali. Lagi-lagi abang saya berencana untuk beli komputer menggunakan uang pribadi. Sebagai seorang peneliti juga, saya merasa agak kaget. Sekarang tahun 2017, komputer merupakan salah satu alat paling krusial bagi peneliti masa kini. Hal paling sederhana, kita harus menulis paper ataupun patent, atau produk penelitian lainya di komputer. Hal lain, komputer juga adalah alat yang sangat diandalkan untuk menganalisa data, membuat simulasi dan lain lain. Dengan ke tidak tersediaan alat paling krusial, bagaimana peneliti bisa penelitian dengan maksimal?
Contoh rintangan lainya, koneksi internet yang sangat lamban. Jaman sekarang pun internet sangat dibutuhkan untuk para peneliti. Sebut saja pencarian referensi literatur untuk penelitian, data, informasi dan lain lain. Sama dengan komputer, bagaimana peneliti bisa penelitian dengan maksimal?
Salah satu contoh lain adalah telpon yang hanya bisa dipakai untuk antar ruangan. Telpon yang bisa terhubung dengan dunia luar lipi ada salah satunya di ruangan sekertaris. Lagi-lagi saya mempertanyakan, kenapa cuma ada di ruang sekertaris? Saya rasa peneliti pun sangat butuh telpon, untuk komunikasi dengan pihak luar LIPI misalnya. Apa semua harus dengan email, atau harus ke ruangan sekertaris. Memang itu salah satu tindakan preventif supaya tidak disalah gunakan. Tapi jika ini alasanya, terlalu berlebihan. Juga kalau begitu kenapa tidak menggunakan IP phone? Meskipun disalah gunakan, biayanya murah sekali jika menggunakan IP phone. Bahkan kantor sebelah LIPI yang sama sama lembaga pemerintan, BKPM, sudah sejak lama pakai IP Phone. Untungnya abang saya tidak berfikir untuk beli IP phone sendiri.
Dengan titel lembaga penelitian terbesar di Indonesia, lumrah jika banyak orang yang berfikir, LIPI adalah tempat dengan banyak teknologi terbaru. Saya salah satu yang berfikir seperti itu juga. Ternyata tidak demikian adanya. Bukanya saya ingin menjelek-jelekan nama LIPI. Tapi, bagaimana bisa lembaga penelitian terbesar di Indonesia sekelas LIPI ternyata seperti itu. Saya pun mempertanyakan, bagaimana dunia penelitian di Indonesia mau maju pesat jika lembaga sekaliber LIPI ternyata seperti itu. Bukankah LIPI seharusnya yang menjadi pionir penelitian di Indonesia?
Sebagai sesama peneliti juga saya selalu dididik untuk tidak menggunakan uang pribadi untuk urusan kerjaan kantor. Makanya, saya merasa ada yang unik dari kasus mengenai LIPI ini. Sejak kuliah, professor saya mendidik saya untuk sebisa mungkin tidak menggunakan dana pribadi untuk kepentingan penelitian kampus. Setelah bekerja sebagai peneliti di perusahaan swasta pun kantor saya melarang untuk menggunakan dana pribadi untuk kepentingan penelitian kantor. Kantor saya jauh dari kantor yang sempurna, beberapa kali terkena kasus dan sampai sekarang banyak yang bilang bahwa kantor saya termasuk "Black Company"
Begitu pula dengan negara-negara maju. Saya ambil Contoh Jepang, karena kebetulan saya kuliah, hidup dan tinggal di Jepang. Saat ini jepang menganggarkan dana riset sebesar 3.6% dari PDB
Salah satu contoh lain adalah Jerman. Saya belum pernah merasakan tinggal di Jerman, tapi saya sedikit banyak bisa baca data. Jerman pun sama, kalah PD 2, kondisi jerman tidak jauh dari Jepang. Tapi sekarang bahkan GDP Jerman berada diatas Jepang, yakni 42.000 USD. Sama seperti Jepang, banyak sekali universitas, lembaga riset, perusahaan swasta di Jerman yang memiliki tingkat kredibilitas yang sangat tinggi. Semua itu bisa dicapai karena Jepang dan Jerman memiliki kesamaan. Lagi-lagi, menggalakan penelitian dan pendidikan. Masih banyak sekali contoh yang bisa saya tuliskan disini, tapi ilustrasi kantor saya dan 2 negara maju yang dulu kalah PD 2, hancur lebur berantakan itu saya rasa sudah cukup mewaliki apa yang mau saya utarakan dalam tulisan ini. Dari beberapa contoh yang saya utarakan, dapat disimpulkan bahwa riset dan pendidikan merupakan investasi yang sangat menguntungkan untuk masa depan, baik untuk perekonomian ataupun untuk dunia pendidikan
Memang banyak faktor yang jadi alasan LIPI seperti itu, misalnya seperti yang ada di press release LIPI sendiri
Semoga petinggi LIPI bisa melobi DPR, MPR dan pemerintah pusat agar dana untuk LIPI lebih banyak. Yang tidak ketinggalan, semoga DPR, MPR dan pemerintah pusat juga pemerintah pusat mau berfikir dan mengerti seperti perusahaan swasta atau negara maju lainya, bahwa penelitian adalah salah satu investasi yang sangat penting untuk menggerakan ekonomi Indonesia.
Lewat tulisan ini juga saya ingin mengapresiasi abang saya. Respect untuk abang saya. Abang saya tetap berusaha bekerja melakukan penelitian yang notabene pekerjaan kantor meskipun menggunakan uang pribadinya. Kalau saya yang berada dalam posisi itu, mungkin saya sudah "tidak sreg" dan mengundurkan diri untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
Itami, 12 Desember 2017