Pertimbangan berhenti dari pekerjaan sebagai peneliti di kantor swasta, beralih menjadi dosen di Jepang

Sejak April 2016 sampai saat ini (Agustus 2018) saya masih terhitung menjadi seorang peneliti di sebuah kantor swasta di Jepang. Saya merasa banyak sekali pelajaran yang didapat dari kantor saya sekarang.

Tapi tidak semuanya berjalan lancar, saya punya 3 kendala besar selama bekerja di perusahaan ini

Kendala bekerja di perusahaan saat ini1. Kendala solat Jumat
Ada 2 cara solat jumat
(1)Ke Masjid terdekat dari kantor saya, tapi jarak masjid kantor saya ke Masjid terdekat di Chibune, Osaka atau Kobe cukup jauh, butuh waktu 50 menit untuk sampai ke Masjid, artinya untuk bisa solat Jumat minimal saya butuh 2 x 50 menit + solat sekitar 20 menit = 115 menit, atau 2 jam. Sementara istirahat di kantor saya hanyalah 45 menit. Disamping itu, solat Jumat dimulai pukul 13:30 di Chibune dan pukul 13:05 di Kobe, kantor saya sendiri istirahat pukul 12:15 sampai 13:00. berarti diluar waktu istirahat saya harus menemukan skema untuk keluar kantor selama 2 jam. 
(2)Solat didalam kantor, namun tidak ada muslim yang beribadah selain saya sendiri.
Untuk bisa solat jumat, saya harus ambil cuti, dikarenakan, belum adanya skema yang bisa saya pakai untuk bisa solat Jumat ke Masjid. Saya berulang kali konsultasi baik ke atasan, kepegawaian, ataupun ke serikat kerja, saya pun berulang kali menawarkan ide, agar saya dibolehkan solat Jumat ke Masjid, misalnya setelah Solat Jumat, saya bisa lembur tanpa dibayar selama 2 jam. Selain itu saya pun pernah menawarkan agar pihak kepegawaian bisa memotong gaji saya selama 2 jam setiap minggu. Namun, ide saya selalu ditolak. Salah satu alasan ditolak karena pada jam 11:00 sampai 16:00 adalah "core time" di kantor kami dan kami harus berada di kantor pada jam tersebut. Alasan lainya adalah, saya merupakan orang pertama yang meminta untuk diperbolehkan Solat Jumat, jadi belum ada aturan mengenai hal tersebut. Selain itu saya pernah ditolak karena alasan, kesetaraan, misalnya bagaimana dengan orang lain yang meminta keluar kantor untuk beberapa saat tapi bukan untuk Solat Jumat, bisa jadi hanya untuk bermain main.
Satu-satunya cara untuk saya agar bisa Solat Jumat hanyalah ambil cuti, kendalanya jumlah cuti terbatas, saya hanya bisa Solat Jumat 1 bulan sekali.
Padahal sebagai laki-laki muslim Solat Jumat itu diwajibkan, karena itu lah saya merasakan kendala yang sangat berat.

2. Kendala bidang yang dikerjakan terlalu berbeda jauh
Kendala kedua dalam bekerja di kantor saya saat ini adalah bidang keahlian yang terlalu berbeda jauh. Bidang yang saya kerjakan di kantor saat ini sangat tidak berhubungan dengan apa yang pernah saya kerjakan.
Sebelum bekerja, bidang kehlian saya adalah teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk pertanian dan perikanan, manajemen berbasis statistik, analisis wave-like-object (mirip dengan prosesi sinyal) ataupun pengindraan jarak jauh. Sekarangsaya bekerja untuk mengembangkan computer aided manufacturing pada numerical control untuk milling machine, sebuah bidang yang sangat membutuhkan pemahaman Aljabar linear, geometri, modeling (matematika yang setidaknya menurut saya level tinggi). Pernah saya bahas dalam tulisan saya yang sebelumnya kalau saya saat ini sedang struggle dengan matematika di tulisan ini (link).
Karena bidang yang terlalu jauh ini lah saya belum bisa mengaplikasikan keahlian saya yang pernah saya pelajari sebelumnya. Saya juga merasa bahwa kemampuan saya yang sebenarnya tidak bisa keluar, saya pun belum bisa berkontribusi terhadap kantor meskipun telah bekerja selama lebih dari 2 tahun. Saya paham, bekerja selama 2 tahun itu masih dalam tahap pembelajaran, sehingga smasih sulit untuk berkontribusi. Namun saya tetap merasa hal ini adalah sebuah kendala bagi saya saat ini.

3. Kendala karir di masa depan
Saya tidak yakin, jika saya bekerja di perusahaan ini karir saya akan naik.
Kantor tempat saya bekerja adalah sebuah perusahaan multinasional yang bahkan masuk ke dalam list Forbes Global 500, namun masih merupakan perusahaan yang sangat konservatif. Sebagai contoh, meskipun telah hampir 100 tahun berdiri, masuk kedalam Forbes Global 500, namum jumlah pegawai asing di dalam Jepang ternyata masih dibawah 100 orang. Dari 100 orang itu, tidak ada 1 orang pun yang menjadi manager, apalagi menjabat sebagai direktur, deputi, dan sebaginya diatas level manager.
Manager grup saya sendiri baru menjadi manager setelah bekerja selama 22 tahun, padahal menurut saya dia sangat cerdas, pertanyaan dan komentarnya tajam, idenya out of the box, orangnya tegas tapi menyenangkan. Di kantor saya, orang Jepang yang seperti manager saya itu tidaklah sedikit, saya harus bersaing dengan mereka untuk karir saya. Saya rasa sangat sulit, bahkan mungkin hampir mustahil. Selain masih sangat konservatif, masih lebih mendahulukan orang Jepang sebagai penduduk lokal, saya juga tidak yakin bisa bersaing di tengah tengah orang yang level kecerdasanya diatas saya. Saya perkirakan, karir saya akan berhenti di tingkat supervisor jika terus berada disini.
Saya rasa satu-satunya jalan untuk saya agar bisa berkarir hanyalah pindah ke lingkungan kerja yang lebih memungkinkan untuk saya berkarir di Jepang, atau bertahan pada perusahaan tempat saya sekarang namun pindah keluar Jepang.


==============
Posisi dosen di universitas
Saat itu lah saya dikontak oleh professor saya ketika di universitas, beliau menawarkan posisi sebagai dosen
Sistemnya, tenure track, menjadi research assistant professor selama 4 taun, berikutnya tenure assistant professor saat memenuhi persyaratan dari universitas.
Professor saya menghubungi saya bulan Januari, saya mengirimkan berkas syarat untuk melamar sebagai dosen pada bulan Maret. Setelah lolos seleksi dokumen, saya diwawancara pada bulan April oleh dosen dosen di jurusan yang saya tuju. Lalu saya lolos wawancara tahap pertama dan melangkah ke wawancra tahap kedua dan diwawancarai oleh pejabat-pejabat di universitas seperti dekan dan bahkan waktu itu rektor pun datang saat wawancara. Berikutnya saya dikabari diterima pada bulan Juli oleh professor saya, namun surat resmi bahwa saya diterima tak kunjung datang sampai bulan Agustus.

Meskipun saya belum menerima surat resmi dari universitas, perusahaan saya memiliki peraturan tertulis untuk pengunduran diri, jadi terpaksa saya konsultasi dengan manager dan kepegawaian, kalau saya mau berhenti kerja karena 3 alasan kendala yang saya sebutkan diatas.


==============
Pertimbangan untuk bertahan di perusahaan sekarang
Setelah konsultasi dengan kepegawaian, ada godaan dan kendala untuk berhenti dari perusahaan ini
1. Ditawarkan kantor untuk memakai sistem khusus agar bisa solat Jumat!
Saya sangat senang mendengar hal ini, pada ahirnya perusahaan membolehkan Solat Jumat dengan skema lembur tidak dibayar selama meninggalkan kantor untuk Solat Jumat. Tapi, bonus saya akan dipotong, saya sebetulnya tidak terlalu bermasalah dengan bonus yang dipotong, meskipun ada rasa kecewa, karena saya jika bertahan di kantor ini. Karena saya telah mengganti waktu untuk Solat Jumat dengan waktu lembur yang tidak dibayar, kenapa bonus harus dipotong juga. Selain itu setelah selalu ditolak selama lebih dari 2 tahun, kenapa setelah saya bilang ingin keluar baru diperbolehkan Solat Jumat, dan mereka bisa memproses agar saya bisa Solat Jumat hanya dalam 1 jam. Berarti selama lebih dari 2 tahun ini konsultasi saya tidak terlalu dianggap serius oleh pihak kepegawaian kantor. Saya jadi berpikir, jika di masa depan saya mengelami kendala lain, apakah akan ditolak dan baru diterima saat saya bilang lagi mau keluar...

2. Gaji dosen yang menurun cukup drastis, sementara biaya hidup di Tokyo lebih tinggi
Bukanlah sebuah rahasia lagi jika pendapatan bekerja di perusahaan multinasional swasta lebih besar daripada bekerja sebagai dosen. Sementara biaya hidup di Tokyo lebih tinggi dari Itami. Bekerja pada perusahaan multinasional swasta dengan pendapatan yang cukup besar membuat saya berada di atas gunung, dan ketika tau pendapatan sebagai dosen membuat saya dijatuhkan dari atas gunung yang pernah saya rasakan. Meskipun sebenarnya pendapatan dosen tidaklah buruk dibandingkan dengan pendapatan rata-rata pekerja di Jepang. Namun tetap saja ini menjadi pertimbangan saya dalam memilih pekerjaan karena perbedaan pendapatannya cukup besar, dalam setahun pendapatan bekerja di perusahaan saya sekarang dan sebagai dosen beda sekitar 1 juta yen, atau 130 juta rupiah dengan kurs saat ini.

Saya meminta waktu kepada bagian kepegawaian kantor dan manager saya untuk berpikir lebih lanjut selama 1 minggu saat libur obon


==============
Pertimbangan memilih pindah
Untuk Solat Jumat saya rasa sudah tidak ada masalah baik saya meneruskan bekerja di perusahaan sekarang ataupun pindah ke universitas di Tokyo.
Untuk urusan gaji, memang akan lebih berat, harus lebih irit lebih dari sekarang. Tapi saya rasa gaji dosen masih cukup untuk kami sekeluarga dan untuk sekolah anak kami di masa depan.

1. Karir
Seperti yang saya tuliskan diatas, di perusahaan sekarang kemungkinan besar tidak akan lebih dari supervisor, sementara di universitas bisa menjadi professor. Tentu jika memenuhi syarat, target saya sendiri bisa jadi professor dalam 15 tahun mendatang.

2. Pendidikan agama anak
Ada option untuk TPA atau madrasah di Tokyo, misalnya di madrasah YUAI, Masjid Otsuka, SRIT dan lain sebagainya. Jadi pendidikan agama untuk anak saya relatif lebih baik.

3. Kenyamanan istri
Pindah ke Tokyo membuka kemungkinan untuk istri saya untuk bekerja atau melanjutkan belajar bahasa Jepang yang sempat terputus. Tidak bisa dipungkiri, peluang untuk bekerja di Tokyo lebih besar dari di Itami.
Selain itu, istri saya bisa memiliki lebih banyak teman, karena lebih banyak komunitas orang Indonesia di Tokyo dan sekitarnya. Terkadang ada juga seminar seminar atau perteuan membahas macam macam hal yang diorganisir oleh suatu grup wanita Indonesia di Jepang.


==============
Mengundurkan diri dari posisi sekarang
Setelah mempertimbangkan hal - hal diatas, saya memutuskan untuk keluar dari perusahaan sekarang dan berkiprah menjadi dosen di universitas di Tokyo.
Saya sendiri telah memberikan surat pengunduran diri kepada manager dan bagian kepegawaian. Hari ini, tadi pagi, manager saya mengumumkan kepindahan saya kepada anggota grup kami.



Itami, 21 Agustus 2018
Ramadhona Saville, PhD
TKI di Jepang

Guna Ho-Ren-So (報・連・相 )

報・連・相 Ho-Ren-So

Istilah diatas adalah kepanjangan dari Hokoku-Renraku-Sodan atau dalam bahasa Jepang ditulis (報告、連絡、相談).
Artinya sendiri adalah sebagai berikut.

報告     : 部下が上司の指示に取り組みつつ、途中経過を報告すること[1]。
Hokoku     : Arti harfiahnya adalah "melapor". Laporan (secara berkala) kepada atasan di tengah tengah proyek yang sedang dikerjakan.
連絡     : 自分の意見や憶測を含めない関係者への状況報告。
Renraku : Arti harfiahnya adalah "mengontak". Laporan yang tidak ada unsur spekulasi atau opini kita sendiri.
相談     : 自分だけで業務上の判断が困難なとき、上司に意見をきくこと。
Sodan     : Arti harfiahnya adalah "berkonsultasi/berdiskusi". Ketika mengalami kendala, segera bertanya dan berdiskusi dengan atasan.

Di perusahaan Jepang istilah Ho-Ren-So ini sangat dikenal. Mayoritas pekerja di jepang menganut sistem ini dalam bekerja.

Tapi sejujurnya menurut saya yang paling efektif hanyalah Ho-So. Karena Saat kita melakukan laporan, tentu saja kita harus melakukan kontak terhadap atasan kita atau klien ataupun orang yang terlibat dalam proyek yang sedang kita kerjakan. Bagaimana cara kita melakukan laporan kalau kita tidak melakukan kontak terhadap orang yang mau kita laporkan...
Baru setelah itu konsultasi/diskusi diperlukan saat ada hal yang ada diluar dugaan.

Definisi Ho-So ini agak sedikit saya ubah dari yang saya tulis diatas.
Hokoku: Melaporkan "secara berkala" dan "saat ada kejadian diluar dugaan".
Sodan : Berkonsultasi/berdiskusi ketika mengalami kendala.

Meskipun saya baru bekerja selama 2.5 tahun di sebuah kantor di Jepang, saya sudah sedikit banyak paham arti dan guna sistem Ho-So ini. Pernah suatu saat ketika ada hal yang diluar dugaan saya, saya mencoba untuk menanganinya sendiri, karena kurang matangnya analisa dan problem solving yang saya lakukan, ahirnya yang saya kerjakan harus diulang. Selain itu, karena suatu proyek di kantor saya biasanya dikerjakan dengan tim, tentu pekerjaan yang harus diulang itu juga menjadi beban untuk orang lain, saat saya belum selesai mengerjakan sesuatu, orang lain jadi harus menunggu hasil yang saya kerjakan atau membantu saya dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut agar tetap tepat waktu. Saat suatu pekerjaan harus diulang, berarti kita rugi waktu, tenaga dan pikiran. Sudah capek - capek mencoba menyelesaikan masalah sendiri, membuat metoda sendiri, mencoba memakai metoda sendiri, ternyata gagal, menyusahkan orang lain pula.

Dari situ lah saya belajar mengenai pentingnya Ho-So. Bayangkan saat kita menemukan keadaan yang diluar dugaan, dan kita langsung melaporkanya kepada atasan/rekan kerja kita/klien, saat itu juga bisa kita cari akar permasalahan dan penyelesaianya secara bersama. Seringkali saat melakukan konsultasi/diskusi itu juga langsung bisa dilakukan problem solving, sehingga pekerjaan kita akan lebih hemat waktu dan efektif.

Kelebihan lainya, saat konsultasi/diskusi tidak hanya mengandalkan 1 kepala saja, tapi beberapa kepala. Tidak bisa dipungkiri beberapa kepala lebih baik daripada 1 kepala saat melakukan problem solving (tidak selalu, tapi pada umumnya hal ini lebih efektif).
Sistem Ho-So ini lah yang berkali - kali menolong saya ketika ada hal yang diluar dugaan.

Selain itu hal yang penting saat melaporkan sesuatu adalah, sebutkan dahulu kesimpulan laporan kita, baru setelah itu sebutkan secara terstruktur detail laporan kita agar atasan/rekan kerja/klien mudah mengerti apa yang mau kita sampaikan.



Trivia: Sebetulnya Ho-Ren-So sendiri pengucapanya sama (homofon) dengan horenso (bayam), jadi istilah ini sangat mudah untuk diingat di Jepang.

Itami, 16 Agustus 2018
Ramadhona Saville, PhD
TKI di Jepang



[1] 東洋経済,[https://toyokeizai.net/articles/-/176175?page=2]

Simple basic archimedean spiral code implementation

Recently, I have an interest to draw spiral with the same step over (distance between one spiral cycle).
Actually, it is pretty simple to draw basic archimedean spiral. The mathematical formula for archimedean spiral is
r = a + bθ,
with r is radius at each spiral point, a is offset of starting point of spiral and b is the coefficient of angle θ. Then for the point at spiral, it is the same like parametric circle
x coordinate = r * cos(theta) and
y coordinate = r * sin(theta).
Here is my code implementation of simple basic archimedean spiral.

 #include<stdio.h>  
 #include<math.h>  
   
 #define M_PI 3.14159265358979323846  
   
 //spiral definition r = a + bθ  
 void main()  
 {  
     int numTurns = 5;                                      //number of spiral cycle 
     double stepover = 0.1;                                 //distance between one spiral cycle   
     double distanceBetweenTurns = stepover * (1/(2*M_PI)); //b 2*PI is 360deg  
     double theta = 0.0;                                    //starting angle, all in radian  
     double offset = 0.0;                                   //a (offset of starting point)  
       
     double pointsPerTurn = 20; //number of point in each spiral cycle  
     printf("rad, theta, r, x, y\n");  
     for(int i=0; i<(pointsPerTurn*numTurns+1); i++)  
     {  
         double r = offset + (distanceBetweenTurns*theta);  
         double point[2];  
         point[0] = r * cos(theta);  
         point[1] = r * sin(theta);  
   
         //print out the point to be plotted   
         printf("%f, %f, %f, %f, %f\n",theta, theta*(180.0/M_PI), r, point[0], point[1]);  
         theta += 2*M_PI / pointsPerTurn;  
     }      
 }  

After running the code, it will print out the angle (radian), angle (degree), r of each point(interpreted as 1/curvature), x and y coordinate of each point.
The plotted spiral from the code in excel is as shown bellow.
Pretty simple right!




*NB bonus:This kind of spiral are used for making spiral toolpath. Usually, projected onto target surface.
But, of course we have to modify the point at the spiral, because distance between each point gets larger and larger as the spiral grow. For this I am going to save the code for the next post.